Aah Biasa

Welcome To My Blog (Aah Biasa)

Senin, 12 April 2010

Contoh KTI KEBIDANAN.-2



KARYA TULIS ILMIAH
Akademi kebidanan cianjur

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama:
Ny Aah Biasa

Tempat tanggal lahi:
Cianjur 14 February 1989

Jenis kelamin:
Perempuan

Agama:
Islam

Alamat:
Jl.harian in a daydream No. 01 RT/RW:09/04 Dusun Rencana Baru, Desa Panongan, Kecamatan Jatitujuh,Kabupaten Cianjur-Jawa Barat 45458


Pendidikan :
1.TK KASIH SAYANG                     :1989-1990

2.SDN KASIH  II                              :1990-1996

3.SLTPN IKASIH                              :1996-1999

4.SMUN I CIANJUR                       :1999-2002

5.Akademi Kebidanan Cianjur  :2007-2011






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manusia memiliki aspek bio - psiko - sosial dan spiritual mempunyai kebutuhan beraneka ragam sesuai dengan tingkat perkembangannya. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan kesehatan. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1991). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan harus memperhatikan seluruh aspek melalui pendekatan yang praktis dan sistematis.

Trauma capitis atau cedera kepala menyebabkan kematian atau ketidakmampuan yang berat pada semua tingkatan umur. Cedera kepala merupakan penyebab kedua defisit neurologis dan penyebab kematian yang tinggi untuk umur 1 sampai dengan 35 tahun.  (Barbara, C. Long. 1996: 203). Salah satu proses pelayanan keperawatan adalah memberikan pelayanan keperawatan pada klien kecelakaan dengan trauma yang mengakibatkan trauma capitis.
Cedera kepala lebih banyak menimbulkan kematian, penyebabnya terdiri dari kecelakaan bermotor, jatuh, kecelakaan industri serangan dan yang berhubungan dengan olah raga (Barbara, C. Long. 1996: 203).
Meskipun pasien dengan trauma capitis tidak menimbulkan kerusakan otak, tetapi tetap perlu mendapatkan perawatan dan penanganan yang baik. Pasien dengan trauma capitis biasanya tidak memerlukan perawatan yang lama bila pelayanan dan perawatan dilakukan dengan baik. Dampak pada fisik seperti keterbatasan aktivitas, potensial infeksi dan rasa nyeri. Sedangkan pada psikologis seperti gangguan fungsi peran, gambaran diri, harga diri rendah, cemas, dan coping tidak efektif.
Di dunia dengan keberhasilan pembangunan diberbagai bidang dan kemajuan pengetahuan serta tekhnologi banyak menimbulkan dampak terhadap bidang kesehatan, salah satunya adalah trauma kepala. Angka kejadiannya terus meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat. Seperti di Amerika Serikat  tahun 1985,49% disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor, dan jatuh merupakan penyebab umum kedua.
Di Indonesia, sebagai Negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi, diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya transportasi, mobilitas penduduk ikut meningkat. Akibat kemajuan ini, berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan yang menyebabkan timbulnya trauma kepala. Akibat trauma kepala  bagi pasien dan keluarga sangat mempengaruhi perubahan: fisik maupun psikologis.
Di Jawa Barat khususnya dilahan praktek dengan berdasarkan pengkajian dan penelusuran data dari Medical Record  RSUD BEKASI, jumlah pasien yang mengalami trauma capitis terus meningkat.
Menurut survey Medical Record RSUD BEKASI dari bulan Januari sampai Juli 2005 yang mengalami trauma capitis di ruang VII adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1  Jumlah klien yang mengalami trauma capitis di ruang VII RSUD BEKASI Tahun 2005

No
Bulan
Jenis Kelamin
Jumlah Total
Laki-laki
Perempuan
1
2
3
4
5
6
7
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
7
3
8
4
6
8
0
15
9
10
14
21
14
2
22
11
18
18
27
22
2
Jumlah
36
85
130
Sumber : Medical Record RSUD BEKASI.

Menurut tabel di atas bahwa di RSUD BEKASI yang mengalami trauma capitis di ruang VII dari bulan Januari sampai Juli 2005 sebanyak 130 orang, angka kejadian terbanyak yaitu terjadi pada bulan  Mei  sebanyak 20,77 %, dengan jumlah laki-laki 4,62 % dan perempuan 16,15 %.
Gangguan fungsi peran adalah pola, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
(Budi Anna Keliat, 1996: 8)
Berdasarkan pengkajian pada pasien yang mengalami psikososial: fungsi peran didapatkan bahwa klien mengeluh tentang keadaan anggota tubuhnya yang mengalami trauma capitis. Klien merasa takut tidak bisa berperan lagi di keluarga. Kondisinya saat ini merupakan stressor terhadap peran karena dapat menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
Pada klien yang mengalami perawatan di ruangan, penulis masih belum melihat sepenuhnya suasana yang dapat meningkatkan fungsi peran klien yang dirawat di ruangan. Hal-hal yang berhubungan dengan membantu klien secara bio – psiko – sosio dan spiritual belum terlihat secara nyata seperti penyuluhan kesehatan serta nasehat yang cukup berarti bagi klien. Juga penulis belum melihat adanya tindakan yang nyata yang mengarah kepada tindakan keperawatan yang berhubungan dengan perasaan klien untuk mengatasi dan membantu koping yang efektif bagi klien. Hal ini terlihat dari tindakan keperawatan yang hanya melakukan tindakan medis seperti kompres hangat, memberikan suntikan, sedangkan waktu yang tersedia untuk melakukan interaksi dengan klien masih banyak.
Atas dasar itu penulis tertarik untuk melanjutkan permasalahan tersebut yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: ASUHAN KEPERAWATAN  Ny. S DENGAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL: FUNGSI PERAN AKIBAT TRAUMA CAPITIS DI RUANG VII RSUD BEKASI.

B.  Tujuan Penulisan
1.    Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio – psiko – sosial dan spiritual pada klien gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Khusus
a.    Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis.
b.    Dapat menentukan diagnosa keperawatan dari masalah keperawatan.
c.     Mampu merumuskan perencanaan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis.
d.    Mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
e.     Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan pada pasien NY. S dengan gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis.
f.      Mampu mendokumentasikan dalam bentuk asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis.

C.  Metode Penulisan
Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus yaitu penggambaran tentang kasus yang akan diangkat. Adapun teknik pengumpulan data pada proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah meliputi ;
1.    Pengamatan / Observasi
Mengamati secara langsung keadaan klien melalui teknik pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi, atau mengamati perilaku  dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien (pengantar proses keperawatan, 1995: 22).


2.    Wawancara
Melalui komunikasi verbal, baik secara langsung dengan klien atau autoanamnesa maupun keluarga (aloanamnesa) adalah menanyakan atau tanya jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh pasien.
(Pengantar Proses Keperawatan, 1995: 21).
3.    Studi Literatur
Menggunakan dan mempelajari dari sumber-sumber studi literatur. Guna mendapatkan keterangan dan dasar teoritis dari kasus yang diangkat.
(Proses Keperawatan, 1995: 23).
4.      Pemeriksaan Fisik
Mengumpulkan data dengan cara teknik inspeksi, palpasi, auskultasi, perpusi, yang didapat dari fisik pasien untuk dapat menentukan masalah kesehatan pasien. (Pengantar Proses Keperawatan, 1995: 22).
5.    Studi Dokumentasi
Mempelajari catatan perawat dan Medical Record pasien dan untuk melengkapi data yang diperoleh dari klien(Pengantar proses keperawatan, 1995:23)

D.  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
BAB I  PENDAHULUAN
Terdiri dari  Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II  TINJAUAN TEORITIS
Terdiri dari konsep secara fisik yang meliputi Definisi, Anatomi Fisiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang. Serta konsep secara psikiatri yang meliputi: Definisi, etiologi, tanda dan gejala, faktor predisposisi, faktor yang mempengaruhi peran, konflik peran,dan rentang respons konsep diri. Asuhan keperawatan baik secara fisik maupun psikiatri yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, dan evaluasi.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Terdiri dari tinjauan kasus dan pembahasan yang meliputi pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Terdiri dari kesimpulan dan saran.




BAB II
T INJAUAN  TEORITIS

A.  Konsep Dasar
1. Konsep Dasar Secara Fisik (Trauma Capitis)
a. Pengertian
Trauma Capitis adalah trauma kepala yang menimbulkan pingsan sejenak dengan atau tanpa amnesia retrograde. (Depkes,1996:63)
Trauma capitis yaitu merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan  utama pada kelompk usia  produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Aah,R.dkk.2002:3)
b.  Etiologi  
1)   Kecelakaan lalu-lintas
2)   Kecelakaan olah raga
3)   Penganiayaan
4)   Tertembak
5)   Jatuh
6)   Kecelakaan Industri
(  Barbara C.Long, 1996: 135)





c.   Tanda dan Gejala:
1)     Terjadi pingsan kurang dari 10 menit dengan tanpa amnesia
2)   Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, otentik dan orientasi)
3)   Tidak ada kehilangan kesadaran
4)   Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
5)   Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
6)   Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
7)   Tidak adanya kriteria cedera sedang – berat 
(Rochmat, R, dkk,2002: 4 dan Depkes, 1996: 63)
d.   Komplikasi
1)   Komplikasi yang terjadi adalah:
a)     Hematoma Epidural
b)     Hematoma Subdural
Menurut Sifha Mh dan Azahra MW, 1995: 1012 – 1019, hematoma subdural terdiri dari:
(1) Hematoma Subdural Akut
(2) Hematoma Subdural Subakut
(3) Hematoma Subdural Kronik
c)    Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
d)   Pendarahan, kejang dan meningitis
(Barbara, E, 1999: 642)
e.   Penatalaksanaan
Menurut Barbara Engram, 1999: 642, penatalaksanaannya terdiri atas:
1)   Biasanya tidak perlu dirawat
2)   Tirah Baring.
3)   Pemberian Asetaminofen untuk sakit kepala.
Menurut Aah Biasa(2002:5), umumnya pasien dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)     Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mental dan gaya berjalan) dalam batas normal.
2)     Foto Servikal jelas normal.
3)     Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan.
f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aah Biasa 2005: 6, pemeriksaan penunjang untuk trauma capitis adalah:
1) X-Ray tengkorak
2) CT-Scan
3) Angiografi
2.          Konsep Dasar Sacara Psikiatri
a.  Pengertian
 Konsep diri didefinisikan sebagai semua fikiran,keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.(Gail W.S dan S.J Sundeen, 1998 : 227)
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen :
1)      Citra tubuh atau gambaran diri.
2)      Ideal diri
3)      Harga diri
4)      Penampilan peran
5)      Identitas personal
(Gail W.S dan S. J. Sundeen, 1998 : 227-228)
Gangguan fungsi peran adalah pola, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
(Budi Ana Kelliat, 1996: 8)
Peran adalah seperangkat patokan yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi.
 Penampilan peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharafkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok social. (Gail W. Stuart, dkk, 1998: 228)
Perubahan penampilan peran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami atau beresiko mengalami gangguan pada cara ia merasakan penampilan perannya. (Lynda Juall Carpenito, 1998)
b.    Etiologi
1) Penyakit
2) Proses menua
3) Putus sekolah
4) Putus hubungan kerja
5) Transisi peran, hal ini dapat dari sehat ke sakit atau sebaliknya dari yang tadinya ada menjadi tidak ada.
(Gail W. Stuart, dkk, 1998: 230)
c.     Tanda dan Gejala
1) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2) Ketidakpuasan peran
3) Kegagalan menjalankan peran yang baru
4) Ketegangan menjalankan peran yang baru
5) Kurang tanggung jawab
6) Apatis, bosan, jenuh dan putus asa
(Gail W. Stuart, dkk, 1998: 232)
Tanda dan gejala lainnya :
1)   Konflik yang berhubungan dengan mempersepsikan peran/penampilan.
2)   Perubahan dalam persepsi peran diri.
3)   Mengingkari peran.
4)   Perubahan dalam persepsi peran orang lain.
5)   Perubahan dalam kapasitas fisik untuk menyimpulkan peran.
6)   Kurang pengetahuan tentang peran.
7)   Perubahan dalam pola tanggung jawab umum.
(Lynda Juall Carpenito, 1998)
 d. Faktor Predisposisi
Menurut G.W.Stuart dan S.J.Sundeen (1998: 229), banyak faktor yang dapat mempengaruhi penampilan peran:
1)   Streotifik peran sex
2)   Tuntutan peran kerja
3)   Harapan peran kerja
Menurut Gail W.S. dan S.J Sundeen, (1998 : 232), Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal:
1)   Trauma
2)   Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami sebagian frustasi ada tiga jenis transisi peran:
a)   Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
b)   Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
c)    Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit
Transisi ini mungkin dicetuskan oleh:
(1)     Kehilangan bagian tubuh
(2)     Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh
(3)      Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
(4)     Prosedur medis dan keperawatan
e.   Faktor yang mempengaruhi peran
Faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang baru dilakukan:
1) Kerjasama perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.
2)  Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
3)  Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang seimbang
4)  Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
5)  Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
(Budi Anna Kelliat, : 9)
f.   Konflik Peran
Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan, stress peran terdiri dari :
2)   Konflik peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua peran yang konflik satu sama lain
3)   Peran yang tidak jelas, terjadi jika individu diberikan peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan
4)   Proses yang tidak sesuai, terjadi jika individu diberi peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
5)   Peran berlebih terjadi jika seorang individu menerima banyak peran.
(Budi Anna Kelliat, : 9)



g.  Rentang Respons Konsep Diri






B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.   Proses Keperawatan Fisik
a.     Pengkajian
1) Pengumpulan data
a)  Biodata
Terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, alamat, status perkawinan, suku bangsa, golongan darah, penghasilan dan hubungan perilaku dengan penanggung jawab.
b)  Keluhan utama
Ditemukan adanya nyeri kepala, pusing dan muntah.
c)  Riwayat kesehatan
(1)       Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu untuk pasien commutio cerebri harus dikethaui apakah pernah mengalami sakit yang berhubungan dengan system persarafan atau penyakit sistemik lainnya, demikian pula penyakit keluarga harus ditanyakan.
(2) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada pasien ini adalah pasien datang dengan keluhan sakit kepala, adanya luka di kepala, perasaan mual bahkan sampai dengan muntah dan pingsan kurang dari 10 menit.
d)  Data biologis dan fisiologis
 Data biologis dan fisiologis merupakan pola kehidupan sehari-hari dan pemeriksaan fisik.
(1) Pola kehidupan sehari-hari yang mencakup: pola nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene dan pola aktivitas
(2) Pemeriksaan fisik meliputi:
(a) Aspek Neurologis yang dikaji merupakan:
Tingkat kesadaran, tanda-tanda vital ada tidaknya reflex gerakan abnormal serta pemeriksaan terhadap 12 pasang saraf cranial.
(b) Aspek Cardiovaskuler yang perlu dikaji:
 Tekanan darah dan denyut nadi, apakah terjadi peningkatan atau penurunan serta iramanya.
(c) Aspek system pernafasan meliputi:
 Pola nafas, irama, bunyi, kedalaman, frekuensi, adanya trakheobronkhiolus.
(d) Aspek eliminasi yang perlu dikaji:
Apakah ada incontinensia atau retensi urin pada saat buang air kecil.
(e) Aspek system pencernaan yang perlu dikaji:
Apakah ada tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus adanya mual dan muntah.
(f) Aspek lain adanya pendarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga dan mata, adanya pendarahan atau hematoma pada bagian tubuh lainnya.
(g) Data psikologis, yang perlu dikaji apakah adanya gangguan emosi yang labil,perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
(h) Data sosial,  yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang lain, kemampuan komunikasi, peranan dalam keluarga dan pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala.
(i)  Data spiritual meliputi ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup.
e) Pemeriksaan penunjang
(1) X-Ray Tengkorak
(2) C-T Scan
(3) Angiografi
b. Diagnosa  Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien trauma capitis adalah:
1)   Nyeri akut / kronis berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi / tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intrakranial.
2)   Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif
3)   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d penurunan produksi Anti Diuretik Hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
4)   Gangguan mobilisasi fisik, berhubungan dengan immobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring dan menurunnya kekuatan / kemampuan motorik.
5)   Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis) dan penurunan daya penangkapan sensoris.
c.   Perencanaan (Intervensi)
1)        Nyeri akut / kronis     
- Tujuan :
Nyeri berkurang / terkontrol
-         Intervensi:
a) Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhan-keluhan pasien
Rasionalisasi:
untuk memudahkan membuat intervensi
b)          Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti latihan nafas dalam dan relaksasi otot-otot
Rasionalisasi:
Latihan nafas dalam dan relaksasi otot-otot dapat mengurangi ketegangan saraf, sehingga pasien merasa lebih rilex dan dapat mengurangi rasa nyeri kepala, pusing dan vertigo. Latihan nafas dalam dapat membantu pemasukan oksigen lebih banyak terutama untuk oksigensi otak.
c) Buat posisi kepala lebih tinggi (15o-45o)
Rasionalisasi:
Posisi kepala lebih atas dari badan dan kaki akan meningkatkan dan melancarkan aliran balik pembuluh darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi edema dan TIK.
d) Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan yang menyenangkan pasien seperti massage daerah punggung, kaki dan lain-lain.
Rasionalisasi:
Respon yang tidak menyenangkan menambah ketegangan saraf dan massage daerah punggung, kaki dan lain-lain. Akan mengalihkan rangsangan nyeri, pusing dan vertigo.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan analgetik
Rasionalisasi:
Obat analgetik untuk meningkatkan ambang rangsang pusing,
pusing, nyeri, yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
(Marilynn, E. Doenges, dkk, 1999: 253 – 255)
2)   Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
- Tujuan :
Faham tentang kondisi dan pengobatan
- Intervensi:
a)   Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui
Rasionalisasi:
Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembang kearah proses penyembuhan.
b)   Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya nilai kembali kebutuhan untuk menurunkan / menghentikan pengobatan sesuai indikasi.
Rasionalisasi:
Pasien ini mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk terapi yang lain.
c)    Instruksikan pasien / orang terdekat dalam melakukan program kegiatan / latihan. Makanan yang dikonsumsi dan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman, seperti massage, dsb.
Rasionalisasi:
Jika melakukannya dengan cara yang benar, latihan dapat mengurangi rasa nyeri dengan meningkatkan kadar endorfin dalam otak dan ambang nyeri dari pasien itu sendiri. Makanan yang kurang mengandung bahan vaso aktif akan menurunkan frekuensi sakit kepala. Tetapi massage penting dalam memperbaiki sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.
d)   Berikan Informasi Tertulis
Rasionalisasi:
Sumber bagi pasien untuk merujuk pada saat kapan pasien merasa ragu-ragu mengenai latihan tertentu, diet, efek / interaksi obat atau efek samping obat tersebut .
3)   Gangguan Keseimbangan Cairan dan elektrolit
- Tujuan :
Gangguan elektrolit seimbang
- Intervensi :
a)   Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali dan timbang berat badan  setiap hari bila dapat dilakukan
Rasionalisasi:
Monitor asupan haluaran untuk mendeteksi timbulnya tanda-tanda kelebihan atau kekurangan cairan yang dapat dibuktikan pula dengan penimbangan berat badan.
b)   Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc
Rasionalisasi :
Berguna untuk menghindari peningkatan cairan diruang ekstra seluler yang dapat menambah edema otak.
c)      Pasang dulu kateter dan monitor warna urin, bau urin dan aliran urin
Rasionalisasi :
Dapat membantu kelancaran pengeluaran urin sehingga tidak terjadi urin statis. Monitor kualitas dan kuantitas urin untuk mencegah komplikasi.
d)      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix
Rasionalisasi :
Lasix dapat membantu meningkatkan ekskresi urin.
e)      Kolaborasi dengan tim analis untuk pemeriksaan kadar elektrolit tubuh
Rasionalisasi :
Pada trauma kepala dengan pemakaian monitor dan obat-obatan diuretik dapat menjalani ketidakseimbangan elektrolit hiponatremia atau hipokalemia.
( Swearingen, 2000: 165 – 167 )
4)     Gangguan Mobilitas Fisik
- Tujuan :
a) Mampu melakukan aktivitas fisik dan ADL ( Activity Daily Living )
b)   Tidak terjadi komplikasi dekubitus, bronkhopneumonia tromboplebitis dan kontraktur sendi.
- Intervensi:
a)   Koreksi tingkat kemampuan mobilitas dengan skala 0-4
Rasionalisasi :
Untuk menentukan tingkat aktivitas dan bantuan yang diberikan
b)   Atur posisi pasien dan rubahlah secara teratur tiap 2 jam sekali bila tidak ada kejang atau setelah 4 jam pertama. Ubah posisi dengan mempertahankan posisi netral sewaktu membalikkan tubuh pasien terutama bila ada trauma spinal.
Rasionalisasi:
Mengubah posisi pasien secara teratur dapat meningkatkan sirkulasi seluruh tubuh dan mencegah adanya penekanan pada organ tubuh yang menonjol. Pasien dengan kejang tidak boleh banyak dirangsang dengan gerakan-gerakan motorik karena akan merangsang terjadinya kejang. Posisi netral akan mencagah trauma lebih berat pada daerah saraf spinal dan mencegah bertambahnya TIK
c)    Bantu pasien melakukan gerakan-gerakan sendi secara pasif bila kesadaran menurun dan secara aktif bila pasien kooperatif
Rasionalisasi:
Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus dan kekuatan otot dan mencegah kontraktur
d)   Lakukan Massage, perawatan kulit, dan mempertahankan alat-alat tenun bersih dan kering
Rasionalisasi:
Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit dan integritas kulit.
e)    lakukan perawatan mata dengan memberi cairan airmata buatan dan tutup mata dengan kasa steril lembab sesuai indikasi
Rasionalisasi:
Untuk mencegah iritasi mukosa mata karena kekeringan dan mencegah trauma pada mata yang tidak dapat tertutup karena penurunan kemampuan gerakan kelopak mata.
f)     Bantu pasien seluruhnya dalam memenuhi kebutuhan ADL bila kesadaran belum pulih kembali
Rasionalisasi:
Bantuan yang diberikan akan mampu memenuhi kebutuhan ADL
g)   Anjurkan keluarga pasien untuk turut membantu melatih dan memberi motivasi.
Rasionalisasi:
Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam memberikan dukungan moril pasien sehingga pasien akan optimis dalam keterbatasannya.


5)     Gangguan Persepsi Sensori
- Tujuan:
Mengembalikan fungsi persepsi sensori agar mengarah ke pemulihan / normal dan komplikasi dapat dicegah atau seminimal mungkin tidak terjadi.
- Intervensi:
a)   Kaji respon sensori terhadap raba / sentuhan, panas / dingin, tajam / tumpul dan cacat perubahan – perubahan yang terjadi.
Rasionalisasi:
Informasi yang didapat melalui pengkajian sangat penting untuk mengetahui tingkat kegawatan dan kerusakan otak.
b)     Kaji persepsi pasien, beri umpan balik dan koreksi kemampuan pasien ke orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Rasionalisasi:
Hasil pengkajian dapat menginformasikan penurunan fungsi otak yang terkena dan membantu intervensi selanjutnya.
c)    Berikan stimulus yang berarti saat penurunan kesadaran sampai kembalinya fungsi persepsi yang maksimal, seperti menjaga bicara, taktil dengan menjaga sentuhan dan pendengaran dengan musik / bunyi-bunyian
Rasionalisasi:
Untuk merangsang kembalinya kemampuan persepsi sensoris, tingkat kesadaran dan memori pasien
d)     Berbicaralah kepada pasien dengan tenang, lembut menggunakan kalimat yang sederhana, tunggu respon pasien / jawaban dengan sabar baru melalui verbal, isyarat / tulisan.
Rasionalisasi:
Membantu pasien berkomunikasi untuk merangsang kondisi pasien, perhatian dan pemahaman kembali kearah normal  (semaksimal mungkin)
e)    Berikan keamanan pasien dengan pengaman sisi tempat tidur, Bantu latihan jalan dan lindungi dari cedera.
Rasionalisasi:
Gangguan persepsi sensori dan buruknya keseimbangan dapat meningkatkan resiko terjadinya injuri.
d.     Evaluasi
1)   Nyeri akut / kronis teratasi
Kriteria evaluasi:
a)   Pasien tenang, tidak gelisah
b)   Nyeri kepala, pusing dan vertigo berkurang / hilang
c)    Pasien dapat istirahat dengan tenang
2) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
Kriteria evaluasi:
d)   Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pegobatan
e)    Mengidentifikasi hubungan dari tanda-tanda / gejala terhadap kondisi
f)     Memulai perubahan gaya hidup / prilaku yang tepat
g)   Mengidentifikasi situasi stress dan metode khusus untuk menghadapinya.
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit teratasi
Kriteria evaluasi:
a)   Asupan haluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24 jam 1-2 liter dan haluaran urin 1-2 cc / kg BB / jam
b)   Turgor kulit baik
4)   Gangguan mobilitas fisik teratasi
Kriteria evaluasi:
a)   Pasien mampu dan pulih kembali dan mempertahankan fungsi gerak
b)   Mampu mempertahankan keseimbangan tubuh
c)    Mampu melakukan aktivitas ringan aktivitas sehari-hari ( ADL ) pada tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan
5)   Gangguan persepsi sensori normal kembali
Kriteria evaluasi:
a)   Tingkat kesadaran normal : GCS E4 M6 V5
b)   Fungsi alat-alat indra baik
c)    Pasien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, tempat dan waktu
2.   Asuhan   Keperawatan Pada Psikiatri
a.    Pengkajian
Menurut Budi anna Keliat, (1998 : 3-4) Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Isi pengkajian meliputi : Identisa klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi, aspek fisik atau biologis, aspek psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik.
1) Perilaku
Menurut Gail W.S dan S.J Sundeen, (1998 : 229), Pengumpulan
data yang dilakukan meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifat subjektif dan pada pasien sendiri, perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah , kerancuan identitas dan depersonalisasi.
2)  Faktor predisposisi
Menurut Gail W.S dan S.J Sundeen, (1998 : 229) :
a)     Faktor yang mempengaruhi harga diri.
b)     Faktor yang mempengaruhi penamilan peran.
c)      Faktor yang mempengaruhi identitas personal.
3)  Stressor pencetus
 Menurut Gail W.S dan S.J Sundeen, (1998 : 232),  Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dalam sumber eksternal dan internal.
a)  Trauma seperti penganiayaan sexual dan psikologis / menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b)  Ketegangan peran berhubungan dengan peran / posisi yang diharapkan dimana individu mengalami sebagai frustasi.
Ada 3 (tiga) jenis transisi peran:
(1)                    Transisi peran perkembangan atau perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
(2)                    Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah / berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran / kematian.
(3)                    Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dalam keadaan sehat ke keadaan sakit.
4)  Sumber-Sumber Koping
a)     Aktivitas olahraga dan aktivitas lain dirumah.
b)     Hobi dan kerajinan tangan
c)      Seni yang ekspresif.
d)     Kesehatan dan perawatan diri.
e)      Pekerjaan, vokasi atau posisi.
f)       Bakat tertentu.
g)     Kecerdasan.
h)     Imajinasi dan kreativitas.
i)        Hubungan interpersonal.
(Gail W.S dan S.J Sundeen, 1998 : 233).
  5)        Mekanisme Koping
Menurut Gail W.S dan S.J Sundeen, (1998 : 233-234),  Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
b.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa  keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien baik actual maupun potensial (Stuart dan Sunden, 1995) Masalah-masalah konsep diri berkaitan dengan peran. Perasaan ini sering menimbulkan proses penyebaran diri bagi individu. Responnya dapat terlihat dalam berbagai perjalanan yang mengancam integritas fisik dan integritas sistem diri seseorang. Adapun diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan  respon konsep diri antara lain :
1)     Gangguan citra tubuh atau gamabaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan, persepsi yang tidak realistis terhadap penampilan skunder, trauma fisik (penyakit).
2)     Gangguan harga diri berhubungan dengan penyakit, ketergantungan, perasaan gagal, perasaan bersalah, maturasional.
3)     Koping individu tidak efektif berhubungan dengan represi ansietas, sistem   pendukung tidak adekuat, metode koping tidak adekuat, harga diri rendah, model peran negatif, dan disfungsi sistem   keluarga.
4)     Perubahan fungsi peran berhubungan dengan penyakit fisik, tidak terpenuhinya kebutuhan, disfungsi sistem   keluarga.
( Lynda Juall C, 1998 : 842-846 dan Mary C. T, 1998 : 339-345)
c.   Perencanaan (Intervensi)
1)   Gangguan citra tubuh atau gambaran diri
Intervensi :
a)   Ciptakan hubungan saling percaya antara klien dan perawat.
b)   Tingkatkan interaksi social.
c)    Berikan intervensi khusus dalam situasi tertentu (Kehamilan, anak yang dirawat di rumah sakit, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, perubahan yang berkaitan dengan kemotrapi, anareksia nervosa, bulimia nervosa, psikosa dan penyiksaan seksual.
2)   Gangguan harga diri
Intervensi :
a)   Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya.
b)   Bantu mengidentifikasi evaluasi diri positif.
c)    Gali hubungan antara prilaku dan keinginan hati.
d)   Kaji dan mobilisasi sistem pendukung baru.
e)    Bantu individu dalam mempelajari keterampilan koping baru.
f)     Bantu individu dalam mengatasi masalah khusus.
3)   Koping individu tidak efektif
Intervensi :
a)   Melakukan pengkajian fisik dengan teliti.
b)   Bersama-sama dengan pasien mengidentifikasi tujuan perawatan dan cara-cara yang diyakini pasien.
c)    Dorong pasien untuk mendiskusikan situasi-situasi kehidupan terbarunya.
d)   Catat rasa ketidakberdayaan atau kehilangan kontrol terhadap situasi hidup.
e)    Diskusikan waktu-waktu stres dan strategi koping adaptif.
f)     Berikan penguatan positif dan sarankan strategi koping alternatif.
g)   Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber dalam masyarakat (teman, orang yang bermakna, kelompok).
4)   Perubahan fungsi peran.
Intervensi :
a)   Tentukan peran pasien yang biasanya dalam sistem keluarga.
b)   Kaji ketidakmampuan spesifik yang berhubungan dengan harapan-harapan peran dan kondisi fisik.
c)    Dorong pasien untuk mendiskusikan konplik-konplik yang nyata dalam sistem keluarga.
d)   Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan.
e)    Bantu pasien mengidentifikasi perubahan yang diinginkannya dalam sistem keluarga.
f)     Dorong partisipasi keluarga dalam pengembangan, perencanaan untuk mempengaruhi perubahan yang positif, dan bekerja untuk mengubah konflik.
g)   Pastikan bahwa pasien memiliki persepsi tentang harapan.
h)   Diskusikan strategi koping yang lebih adaptif untuk mencegah kelainan dengan penampilan peran saat setres.
d.   Implementasi
Menurut B.A Kelliat, dkk, 1998: 156 implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan sebelum  melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu:
1)     Memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai yang dibutuhkan klien sesuai dengan kondisi saat ini.
2)     Menilai diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
3)     Menilai kembali apakah aman bagi klien
4)     Melaksanakan tindakan bila tidak ada hambatan
5)     Melaksanakan tindakan keperawatan perlu kontrak dengan klien,
6)     Mendemonstrasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien.
Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tingkat intervensi yang progresif :
1)     Meluaskan kesadaran diri.
2)     Eksplorasi diri
3)     Evaluasi diri
4)     Perencanaan yang realistic.
5)     Komitmen terhadapan tindakan.
(Gail W.S dan S.J Sundeen, 1998 : 237)
e.         Evaluasi    
Menurut B. A, Kelliat, dkk, 1998: 15 Evaluasi tindakan keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S  : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
O :  Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A :  Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P   :      Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa:
1)   Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
2)   Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan, tetapi hasil belum memuaskan.
3)   Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama  dibatalkan.
Rencana atau diagnosa selesai, jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada klien yang mengalami gangguan konsep diri
1)        Apakah ancaman terhadap intergritas fisik atau sistem diri pasien telah menurun dalam sifat, jumlah, asal atau waktu ?
2)        Apakah prilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri, dan persetujuan diri yang lebih besar ?
3)        Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara adekuat ?
4)        Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan melakukan eksplorasi dan evaluasi diri?
5)        Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptip ?
(Gail W.S dan S.J Sundeen, 1998 : 237)

















BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
1.          Pengkajian
a.       Biodata
Nama                             : Ny. S
Umur                              : 27 Tahun
Pendidikan                    : SLTP
Pekerjaan                     : IRT dan Buruh Pabrik
Jenis Kelamin               : Perempuan
Suku / Bangsa              : Sunda / Indonesia
Bahasa Yang Digunakan          : Sunda
Diagnosa Medis            : Head Injury (Trauma Capitis)
Dokter Penanggung Jawab     : Dr. A
Nomor RM                    : 397125
Tanggal Masuk            : 1 Juli 2005
Tanggal Pengkajian    : 4 Juli 2005
Penanggung Jawab Biaya       : Tn. U
Alamat                           : Jl, fatahillah no 24 - cikarang - bekasi
b.       Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut klien dan keluarga, klien tidak memiliki penyakit menular, seperti TBC dan penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi dan lain-lain. Klien juga belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah dilakukan operasi. Klien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap jenis makan maupun obat-obatan.
c.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 1 Juli 2005 Jam 22.15 WIB, klien datang atas kiriman dari Rumah Sakit Media Rosa Cikarang, dikarenakan klien tabrakan antar motor dengan motor, pada saat kejadian klien pingsan dan keluar darah dari hidung. Kemudian klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi dengan diagnosa HI grade 1.
1)  Keluhan Utama:
Klien mengatakan fungsi perannya sebagi Ibu Rumah Tangga dan sebagai Buruh di Pabrik Bata terganggu, gangguan tersebut sampai membuat klien cemas dan dirasakan setiap waktu. Klien menginginkan cepat pulang dan berkumpul lagi dengan keluarganya dan dapat bekerja lagi.


2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien menginginkan perawatan dan pengobatan yang lebih baik lagi, sehingga klien dapat sembuh dari penyakitnya.
3)  Cara Masuk Rumah Sakit
Klien masuk Rumah Sakit atas rujukan dari Rumah Sakit Media Rosa Cikarang
4) Faktor Predisposisi
Klien tabrakan antara motor dengan motor yang menyebabkan klien terjatuh dari motor dan mengakibatkan trauma capitis (HI grade 1)
5) Faktor Presipitasi
Adanya trauma kepala (HI grade 1) sehingga klien merasa cemas dan fungsi perannya terganggu.
d.       Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Klien tampak bersih, penampilan rapih, kesadaran Compos mentis, dengan GCS 15 (E4 M6 V5).
Tanda-tanda vital :
T : 36,5 oC
P : 80 x / menit
                          
R : 24 x / menit
S : 100 / 70 mmHg
2) Keadaan Sistem Tubuh
a)        Sistem Cardio Vasculer
Tidak ada peningkatan Vena Jugularis BJ1 di ICS 4-5 dan BJ II di ICS 1-2 Lupdub, tidak ada kelainan bunyi seperti gallop, murmur dan lain-lain. Tidak mengalami sianosis dan tidak ada Clubbing Finger pada kukunya, nadi 80 x / menit 
b)        Sistem Respirasi
Bentuk hidung simetris, terdapat fraktur tertutup pada tulang hidungnya, tidak ada deviasi septum, tidak ada pergerakan cuping hidung, retraksi dada simetris R : 24 X/menit . Bunyi napas Vesikuler, tidak ada kelainan bunyi napas tambahan seperti ronchi, wheezing dan lain-lain, tidak ada  retraksi intercosta.
c) Sistem Gastro Intestinal.
Keadaan mulut bersih, tidak ada stomatitis, tidak dapat membuka mulut secara maksimal, bibir kering dan berwarna merah kecoklatan, jumlah gigi lengkap (tidak ada caries),uvula simetris, tidak ada tonsilitis (T1 normal), BU : 8X / menit, tidak ada nyeri tekan pada lambung, fungsi pengecapan dapat membedakan rasa manis, asin, pahit. Tidak ada hemorroid.
d)        Sistem Urinaria
Finger print (-), tidak ada bau holistosis, tidak ada edema, tidak ada uremic frost pada kulit, tidak ada nyeri tekan pada vesika urinaria, tidak ada kelainan anatomis pada vagina, BAK lancar.
e)        Sistem Musculo Skeletal
Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang.
Superior:
-      Dextra: tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, terpasang infus RL 20 tts/mnt, kulit hangat, CRT£ 5 detik,reflek tendon(+)
-      Sinistra: tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, kulit hangat, CRT < 5 detik, reflek tendon (+).
Inferior:
-      Dextra: tidak deformitas, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, kulit hangat, CRT < 5 detik,reflek patella (+),reflek babinski (-).
-      Sinistra: tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, kulit hangat, CRT < 5 detik. Reflek Patela (+), reflek babinski (-).

Tonus otot:
                                    5          5
                                   5 5
f)     Sistem Integumen
Warna kulit  sesuai dengan warna sekitarnya, tidak ada uremic frost, rambut bersih, tidak ada ketombe, maupun lesi, kuku panjang dan kotor.
g)        Sistem Penglihatan
Bentuk pupil isokhor, terdapat alis mata, bulu mata keluar (tidak trichiasis), pada mata kanan sklera merah / ada pendarahan, sklera anikterik, konjungtiva ananemis, fungsi penglihatan dapat melihat normal pada jarak 45 cm, dapat membaca papan nama pemeriksa dan membedakan warna. Ada edema di sekitar mata (papil edema), reflek kornea (+).
h)        Sistem Pendengaran
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, tidak ada serumen pada telinga kanan dan kiri.
Fungsi pendengaran normal yaitu klien dapat mendengar detak jarum pemeriksa pada jarak 30 cm.
i) System Persyarafan
N I (Olfaktorius):
Klien dapat mencium bau minyak  kayu putih
N II (Optik):
Klien dapat melihat normal,Klien dapat membaca papan nama pemeriksa pada jarak 45 cm.
N III (Okulomotor):
Pergerakan bola mata bebas dapat bergerak ke atas dan ke bawah
N IV (Troklear):
Bola mata dapat memutar dengan leluasa
N V (Trigeminal):
Pergerakan wajah simetris, dapat menggerakkan rahang dan bahu dengan leluasa.
N VI (Abdusen): 
Bola mata dapat digerakan kesamping kanan atau kiri dengan bebas
N VII (Fasial):
Ekspresi wajah normal, tidak ada kelainan bentuk wajah, Klien dapat mengecap rasa asin, manis.
N VIII (Audiotorius):
Fungsi pendengaran baik, klien dapat berkomunikasi dengan lancar
N IX (Glossofaring): 
Klien tidak mengeluh mual dan perih
N X (Vagus):  
Pada saat menelan ada nyeri telan
N XI (Aksesorius):
Pergerakan kepala baik, klien menoleh kesamping dan bergerak bebas
N XII (Hipoglossus) :
Dapat menjulurkan lidah, dapat menolak tekanan lidah dengan menggunakan subit lidah.
Orientasi terhadap ruang, tempat, waktu dan orang baik, tidak ada kaku kuduk, dan tremor.
e.       Pola Kegiatan Sehari-Hari
No
Kebiasaan Sehari-Hari
Sebelum Sakit
Selama Sakit
(1)
(2)
(3)
(4)
1
Pola nutrisi
a. Makan
-      Frekuensi
-      Jumlah
-      Jenis
-      Cara makan
-      Masalah


3 x / hari
1 porsi
Nasi, lauk, sayur
Oral
Tidak ada


3 x / hari
3/4 porsi
Bubur, sayur, lauk
Oral
Tidak ada

(1)
(2)
(3)
(4)






2.










3.



4.


b. Minum
-    Frekuensi
-      Jumlah
-      Jenis
-      Problem / masalah
Pola Eliminasi
a. BAB
-      Frekuensi
-      Konsistensi
-      Bau
-      Problem
b. BAK
-      Frekuensi
-      Warna
-      Bau
-      Problem
Pola Istirahat dan Tidur
-      Tidur siang
-      Tidur malam
-      Problem
Personal Hygiene
-      Pola mandi

8 – 9 gelas / hari
2000 – 3000 cc / hari Air putih
Tidak ada




1 x / hari
Lembek
Khas
Tidak ada

4 – 5 x / hari
Kuning jernih
Khas
Tidak ada

Tidak pernah
6 – 8 jam
Tidak ada

2 x / hari

5 – 6 gelas / hari
1500–2000 cc / hari Air putih
Tidak ada




1 x / hari
Lembek
Khas
Tidak ada

4 – 5 x / hari
Kuning jernih
Khas
Tidak ada

1 – 2 jam
6 – 8 jam
Tidak ada

1 x / hari diseka


(1)
(2)
(3)
(4)





5.
-      Pola ganti pakaian
-      Pola keramas
-      Pola sikat gigi
-      Gunting kuku
Pola Aktivitas
2 x / hari

2 x / minggu
2 x / hari
1 x / minggu
Aktivitas mandiri
1 x / hari

Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
Aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat

f. Psikososial
1) Genogram





         
Keterangan:
= laki-laki
= Perempuan
= Klien
= Serumah
2) Konsep Diri :
a) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai tubuhnya, klien merasa malu dengan keadaannya sekarang, dan klien takut tidak akan sembuh seperti biasa / semula.
b) Identitas diri
Klien adalah anak pertama  dari 2 bersaudara, Klien seorang Ibu  Rumah Tangga dan klien mengetahui keadaannya saat ini.
c) Fungsi peran klien biasanya bekerja sebagai Buruh Pabrik Bata di Desanya, dan klien juga seorang Ibu yang mengurusi kebutuhan anaknya, klien sebagai istri yang harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri terhadap suaminya. Tetapi, karena penyekitnya (trauma capitis) peran sebagai Ibu dan istri yang mengurursi anak dan suaminya serta pekerjaannya terganggu.
d)  Ideal diri
Klien ingin cepat sembuh, dan klien juga berharap cepat pulang dan dapat berkumpul lagi dengan keluarganya dan dapat bekerja lagi.
e) Harga diri
Klien  merasa malu dengan keadaannya saat ini, tetapi klien juga yakin bahwa dia akan sembuh lagi.
3)      Hubungan Sosial
a) Orang terdekat
Orang yang terdekat dengan klien adalah Ibunya, setiap klien mempunyai permasalahan didiskusikan dengan keluarganya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien jarang melakukan kegiatan kemasyarakatan, karena klien sibuk sebagai Buruh Pabrik Bata.
4)      Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Klien seorang penganut agama Islam dan senantiasa melakukan ajaran agamanya.
b) Spirit / semangat
Untuk kesembuhan penyakitnya klien senantiasa berdo’a dan tampak sabar dan tawakkal.
5)      Status mental
a) Penampilan
Klien tampak tenang, tampak rapih dan bersih.
b) Pembicaraan
Dalam pembicaraan klien kooperatif dan menjawab setiap pertanyaan pemeriksa.
c)   Aktivitas motorik
Klien duduk ditempat tidur dan dapat melakukan aktivitas ringan, klien tidak tremor.
d) Alam perasaan
Dilihat dari ekspresinya klien tampak tenang, klien banyak bertanya tentang penyakitnya dan terkadang klien  khawatir.
e)   Afek
Klien menceritakan tentang keadaan / perasaan saat ini, ekspresi wajah tampak bingung.
f)   Arus fikir
Klien berbicara langsung pada fokusnya sesuai dengan pertanyaan perawat.
g) Interaksi selama wawancara
Kontak mata ada dan menjawab pertanyaan perawat dan pemeriksa.
h) Memori
Daya ingat klien baik , ini terbukti ketika klien ditanya mengenai kejadian kecelakaannya, klien menjawab dan nyambung.
i) Tingkat kecerdasan
Klien mampu berkonsentrasi saat ditanya oleh pemeriksa dan dapat menjawab.
j)   Daya Tilik Diri
Klien menyadari apa yang terjadi pada dirinya dan klien menerima keadaannya.
k) Kemampuan klien
Dengan kondisi klien saat ini, klien tidak dapat melakukan aktivitas yang berat dalam melakukan aktivitasnya, klien dibantu oleh keluarga dan pemeriksa.
g.    Data Penunjang
1.    CT-Scan       :2 Juli 2005:tidak ada perdarahan
2.    Laboratorium:2 Juli 2005
No
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Angka Normal
Interpretasi
1
2
3
4
5
Glukosa sewaktu
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
81    mg %
49,3 mg %
0,87 mg %
33
43
100 – 120 mg %
10 – 50    mg %
0,5 – 1,1  mg %
< 21
< 22
abnormal
normal
normal
abnormal
abnormal

h. Therapy Pengobatan: 4/7 - 2005
No
Jenis Obat
Dosis
 Cara Pemberian
1
2
3
 Ecotrixon
Xefolac
RL
2 x 1
2 x 30 mg
20 tetes/menit
IV
Perkolf
IV

2. Analisa Data
No
Data Senjang
Etiologi
Problem
1.















2.
Ds:
-      Klien  mengatakan tidak bisa bekerja lagi
-      Klien  mengatakan tidak bisa mengurusi anaknya
-      Klien mengatakan tidak bisa mengurusi suaminya
Do:
-      Adanya trauma kepala
-      Adanya fraktur hidung  
-      Adanya Nyeri di daerah kepala
-      Adanya edema di sekitar mata
-      Adanya Briil Hematom

Ds: 
Klien  mengatakan malu dengan keadaan sekarang.
Do:
-    Adanya edema dan Briil Hematom di sekitar mata.
-    Adanya  fraktur nasal.
Gangguan konsep diri: fungsi peran



Mekanisme coping tidak efektif


Head Injury






Gangguan Gambaran Diri


Mekanisme Koping tidak efektif
Gangguan fungsi peran














Gangguan gambaran diri













3.













4.








Ds:
-         Klien mengatakan cemas dengan keadaannya
-         Klien banyak bertanya tentang keadaan penyakitnya sekarang
-         Klien mengatakan ingin cepat pulang
Do:
-         Adanya head injury / trauma kepala
-         Adanya faktur tertutup os – nasal

Ds: 
-         Klien mengatakan nyeri pada daerah kepala
-         Klien mengatakan nyeri pada daerah mata
Adanya Briil Hematom dan edema di sekitar mata (papil edema)
 


Head Injury

Cemas


Mekanisme Coping tidak efektif


Head Injury







Trauma kepala

Terjadinya kerusakan jaringan








Gangguan rasa aman : cemas













Gangguan rasa
nyaman : nyeri


















5.








-         Klien mengatakan matanya bengkak
Do:
-         Adanya trauma kepala grade I
-         Adanya fraktur tertutup os-nasal
-         Adanya edema di sekitar mata (papiledema)
-         Adanya Briil hematom
-         Skala nyeri : 3





Ds:
-         Klien mengatakan nyeri pada daerah kepala
-         Klien mengatakan nyeri pada daerah mata
Do:
-         Adanya nyeri di daerah kepala
-         Adanya edema di sekitar mata

Merangsang dikeluarkannya histamin, bradikinin, serotinin

Merangsang ujung-ujung saraf bebas

Hypothalamus

Cortex serebri 

Nyeri dipersepsikan

Trauma kepala

Terjadinya kerusakan jaringan

Merangsang dikeluarkannya Hirtamin, Bradikinin, serotonin.













Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living)

-         Adanya Briil hematom
-         Mata kanan klien merah
-         Kuku panjang dan kotor
-         Rambut kusut

Merangsang ujung-ujung saraf bebas

Hypotalamus

Cortex serebri

Nyeri

Aktivitas terganggu

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
a.    Gangguan fungsi peran b/d head injury (trauma capitis)
b.    Gangguan rasa aman : cemas b/d mekanisme koping tidak efektif
c.     Gangguan gambaran diri b/d adanya Briil Hematom dan edema di sekitar mata (papil edema)
d.    Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d head injury (trauma capitis)
e.     Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living) b/d nyeri.



Pohon Masalah
Gangguan fungsi peran     Gangguan            Gangguan gambaran diri
konsep diri


Cemas


Mekanisma koping tidak efektif


Head injury (trauma capitis)







B.      Pembahasan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. Sdengan gangguan psikososial: fungsi peran akibat trauma capitis di ruang VII RSUD Gunung Jati  Cirebon, ternyata penulis menemukan hambatan dan kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. Untuk itu penulis akan menguraikan tentang hambatan dan kesenjangan sampai dengan proses keperawatan.
1.    Pengkajian
Dalam tahap pengkajian ini penulis menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan dalam mengumpulkan data melalui anamnesa yang di dalamnya mencakup wawancara kepada klien, pemeriksaan fisik yang mencakup wawancara kepada klien, pemeriksaan fisik yang mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,.Pada saat pengkajian di lapangan penulis melakukan pemeriksaan fisik secara Head to toe (pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki),tetapi penulis menuangkan(mengelompokkan ) hasil pemeriksaan fisik  tersebut menurut system.Hal ini bertujuan untuk mempermudah mengetahui system mana yang mangalami kelainan.Sedangkan menurut teori yang ada  pemeriksaan tersebut biasanya ditulis menurut organ yaitu dari kepala sampai ujung kaki.
Dalam pengumpulan data, penulis tidak kesulitan karena klien dan keluarga kooperatif dan mau membantu penulis memperoleh data dari catatan keperawatan dan catatan medis di RS Gunung Jati Cirebon.
2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kasus nyata yang penulis temukan diagnosa secara fisik adalah:
a.    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma capitis.
b.    Gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living) berhubungan dengan nyeri.
Berdasarkan hasil pengkajian diagnosa keperawatan psikososial yang muncul diantaranya adalah:
a.    Gangguan fungsi peran berhubungan dengan Head injury (Trauma  Capitis).
b. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan  mekanisme koping individu tidak efektif
c.  Gangguan gambaran diri berhubungan dengan Adanya Brill Hematom dan edema disekitar mata (papiledema).
Dan berdasarkan tinjauan teoritis bahwa pada gangguan psikologis : fungsi peran yang diakibatkan adanya diagnosa trauma capitis ada dua, yaitu diagnosa keperawatan secara fisik dan diagnosa keperawatan secara psikiatri.

a.    Diagnosa Keperawatan Secara Fisik
1)   Nyeri akut / kronis berhubungan dengan stress dan ketegangan iritasi / tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intrakranial.
2)   Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif.
3)   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan produksi, terfiksasinya hipothalamus.
4)   Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan immobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring dan menurunnya kekuatan / kemampuan motorik.
5)   Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis) dan penurunan daya penangkapan sensorik.
b.    Diagnosa Keperawatan Secara Psikiatri
5)     Gangguan citra tubuh atau gamabaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan, persepsi yang tidak realistis terhadap penampilan skunder, trauma fisik (penyakit).
6)     Gangguan harga diri berhubungan dengan penyakit, ketergantungan, perasaan gagal, perasaan bersalah, maturasional.
7)     Koping individu tidak efektif berhubungan dengan represi ansietas, sistem   pendukung tidak adekuat, metode koping tidak adekuat, harga diri rendah, model peran negatif, dan disfungsi sistem   keluarga.
8)     Perubahan fungsi peran berhubungan dengan penyakit fisik, tidak terpenuhinya kebutuhan, disfungsi sistem   keluarga.
Untuk diagnosa fisik hanya dua diagnosa yang muncul yang lainnya tidak ditegakkan karena tidak ada data-data yang menunjang. Sedangkan pada diagnosa psikologis berbeda dengan diagnosa pada tinjauan teoritis karena ternyata setalah dikaji diagnosa tersebut muncul dikarenakan oleh kondisi dan keadaan fisik klien.
Alasan-alasannya:
a.    Secara Fisik
1)   Pada diagnosa fisik secara teori gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan produksi Anti Diuretik Hormon (ADH) akibat terfiksasinya hypothalamus tidak dapat ditegakkan karena tidak ada data-data yang menunjang diagnosa tersebut.
2)   Pada diagnosa secara fisik pada teori gangguan persepsi sensori berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis) dengan penurunan daya penangkapan sensoris tidak bisa ditegakkan karena tidak ada data-data yang menunjang kepada diagnosa tersebut.
b.    Secara Psikologis (Psikiatri)
1)   Dalam tinjauan teoritis ada diagnosa gangguan harga diri tapi pada kasus tidak bisa ditegakkan sebab penulis tidak menemukan tanda-tanda yang menunjang pada diagnosa ini.
2)   Dalam tinjauan teoritis terdapat diagnosa koping individu tidak efektif tapi pada kenyataan kasus tidak muncul karena pada saat pengkajian tidak menemukan  tanda-tanda yang menunjang kepada diagnosa tersebut.
Perbedaan-perbedaan antara praktek dan teori tersebut dikarenakan setiap klien mempunyai masalah dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda,sehingga penegakkan diagnosa keperawatan tersebut disesuaikan dengan masalah  yang ada atau data-data dari hasil pengkajian serta disesuaikan dengan kebutuhan (kondisi) klien.
3.  Intervensi keperawatan
Dalam tahap ini, penulis tidak menemukan hambatan perencanaan disesuaikan teori dan permasalahan yang muncul pada Ny. Skarena melihat kemampuan klien, keadaan situasi dan kondisi.
Dalam hal ini penulis menemukan hambatan dan kesulitan,dikarenakan kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit yang dididerita klien(Trauma Capitis).Oleh karena itu,untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga maka penulis memberikan pendidikan kesehatan atau HE(Health Education) tentang  penyakit klien yaitu trauma capitis dan menjelaskan tujuan setiap melaksanakan tindakan keperawatan .Dengan demikian klien  dan keluarga  dapat memahami tentang penyakit(trauma capitis) dan penatalaksanaan(tindakan) yang dilakukan.
4.  Implementasi keperawatan
Pada tahap ini penulis melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan pasien pada saat itu yang ditunjang dari catatan keperawatan dan catatan medis di Rumah Sakit, berjalan lancar karena ada kerjasama yang baik antara penulis dan klien.Namun,karena klien pulang  maka penulis mangalami hambatan atau kesulitan,khususnya yang melibatkan keluarga,karena masih adanya masalah  keperawatan yang belum teratasi.Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut  maka penulis melakukan implementasi yang belum teratasi atau teratasi sebagian  yang pelaksanaannya dilakukan pada saat Follow Up kerumah klien,yang dilaksanakan selama 3 hari .

5.  Evaluasi
Pada tahap ini tidak menemukan hambatan yang cukup berarti karena adanya acuan kriteria hasil yang telah dibuat di kolom tujuan yang membantu dalam proses evaluasi. Namun, tidak semua masalah dapat teratasi diantaranya gangguan fungsi peran, karena keterbatasan waktu dan pemantauan serta terapi dialihkan di rumah klien.Sehingga untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien(untuk mengevaluasi hasilnya) maka penulis melakukan Follow Up kerumah klien  dan menindaklanjutinya kedalam catatan perkembangan.









BAB IV
KESIMPULAN  DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan psikososial : Fungsi peran akibat trauma capitis di ruang VII RSUD BEKASI, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli sampai 5 Juli 2005 dengan menggunakan metode Deskriptif  dalam bentuk studi kasus  dalam penulisan karya tulis ilmiah maka penulis mengambil kesimpulan diantaranya adalah:       
1.    Penelitian tentang kecelakaan bahwa penyebab kecelakaan kadang kala dapat ditentukan dan kemungkinan dapat dikoreksi, tetapi penyebabnya sering kali multiple dan memerlukan pendekatan masalah dari berbagai segi. Trauma capitis dapat menimbulkan berbagai dampak baik fisik maupun psikologis.
94

Melihat data tersebut maka rata-rata pasien yang mengalami rawat inap akibat  trauma capitis ini cukup banyak  dan lama.Hal ini dapat mempengaruhi  gangguan fisik seperti gangguan rasa nyaman nyeri,gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living). Sedangkan pada psikologis dapat menimbulkan gangguan fungsi peran,aman cemas dan gambaran diri.
2.  Trauma capitis adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Tanda dan gejalanya adalah terjadi pingsan kurang dari 10 menit, GCS 15 (sadar penuh,otentik dan orientasi), tidak ada kehilangan kesadaran.tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang,mengeluh nyeri kepala dan pusing,pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul : Nyeri akut atau kronis, kurang pengetahuan mengenai kondisi  dan kebutuhan pengobatan,gangguan persepsi sensori. Sedangkan gangguan fungsi peran adalah prilaku, niat dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat.
Tanda dan gejalanya adalah mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran, ketidakpuasan peran, kegagalan menjalankan peran yang baru, kurang tanggung jawab, apatis, bosan, jenuh dan putus asa. Sedangkan diagnosa yang sering muncul adalah gangguan gambaran diri, harga diri, koping individu tidak efektif, perubahan fungsi peran.
3.  Dari hasil pengkajian dilahan praktek diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan psikososial : fungsi peran terbagi 2 yaitu diagnosa keperawatan secara fisik adalah gangguan rasa nyaman : nyeri b/d trauma capitis, gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living) b/d nyeri.
Sedangkan diagnosa secara psikiatri adalah gangguan fungsi peran b/d head injury, gangguan rasa aman cemas b/d  mekanisme koping individu  tidak efektif dan gangguan gambaran diri b/d adanya Briil Hematom dan edema disekitar mata (papil edema).
4.  Trauma capitis yang biasanya disebabkan oleh suatu kecelakaan atau peristiwa yang terjadi dapat menimbulkan berbagai dampak baik secara fisik maupun psikologis dapat menimbulkan gangguan fungsi peran dan tentunya dalam memberikan asuhan keperawatan bukan hanya pengobatan secara fisik tapi secara psikologis yang sangat penting, karena klien yang dirawat di RS tentunya mengalami berbagai macam masalah.

B. Saran
1.  Rumah Sakit (RS)
Dalam hal ini dispesifikan kepada perawat ruangan,karena perawat lah yang memberikan asuhan keperawatan  kepada klien untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik (untuk kesembuhan penyakit klien).Dalam    melaksanakan asuhan keperawatan tersebut hendaknya dilakukan secara komprehensif baik fisik maupun psikologis sehingga dapat memberikan penanganan yang seimbang sesuai dengan etika dan profesi.
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan perawat diharapkan menggunakan  metode ilmiah sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Dalam melakukan pengkajian, perawat diharafkan dapat mengkaji klien dengan gangguan psikososial fungsi peran akibat trauma capitis. Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan diagnosa pada klien yang mengalami gangguan tersebut. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dan melaksanakan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien.
Pada tahap terakhir proses keperawatan, perawat hendaknya mampu mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah diberikan pada klien.
2.  Untuk Akademi
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif yang meliputi aspek bio, psiko, sosial dan spiritual pada klien dengan pendekatan proses keperawatan,maka diharapkan akan lebih meningkatkan waktu bimbingan kepada mahasiswa baik di PKK/PBL, sehingga mahasiswa bisa melaksanakan proses keperawatan pengkajian sampai evaluasi dengan baik dan benar.
Untuk menunjang pembuatan dokumentasi keperawatan diharapkan akademi juga bisa menambah literatur yang cukup sehingga buku-buku yang dibutuhkan tersedia di perpustakaan. Begitu juga dengan laboratorium untuk lebih dilengkapi yang mana semuanya itu meningkatkan pengetahuan mahasiswa.
3.  Klien dan keluarga
 Dalam melakukan asuhan keperawatan diperlukan data yang valid, untuk menunjang atau menentukan rencana keperawatan. Oleh karena itu, diharapkan kerjasama yang baik antara perawat, keluarga dan klien itu sendiri. Keluarga dan  klien diharapkan terbuka dalam mengungkapkan permasalahan yang ada.
 Dari hasil pengkajian tersebut penulis merumuskan diagnosa keperawatan  sebagai langkah untuk menentukan intervensi dan mengimplikasikannya dalam asuhan keperawatan,Tentunya hal ini tidak akan tercapai tanpa adanya suatu respon yang positif dari klien dan keluarga.
 Pada tahap terakhir dalam asuhan keperawatan dilakukan evaluasi baik secara formatif maupun sumatif. Pada saat evaluasi diharapkan klien dan keluarga dapat  mengungkapkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kondisi klien.



4.  Untuk mahasiswa sebagai peserta didik
Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan trauma capitis diharapkan mahasiswa memiliki ilmu pengetahuan yang cukup sehingga bisa menunjang dan melaksanakan asuhan keperawatan yang optimal pada klien.
Dalam membuat diagnosa, mahasiswa juga harus bisa menentukan prioritas masalah sesuai dengan teori Maslow, sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam membuat perencanaan keperawatan, diharapkan juga mahasiswa bisa membuat rencana yang sesuai dengan kebutuhan klien secara langsung dan komprehensif.
Dalam evaluasi harus mempunyai inisiatif untuk melaksanakan evaluasi baik di Rumah Sakit maupun di rumah.
Dalam pendokumentasian mahasiwa harus bisa mempunyai pengetahuan dan pemahaman  tentang cara pendokumentasian yang baik sehingga akan melaksanakan perawatan yang lebih baik lagi.
Jadi, dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien mahasiswa diharapkan memperhatikan keadaan fisik dan psikologis klien karena keadaan psikologis klien akan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit yang dialami klien.





BAB IV
KESIMPULAN  DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan gangguan psikososial : Fungsi peran akibat trauma capitis di ruang VII RSUD BEKASI, yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli sampai 5 Juli 2005 dengan menggunakan metode Deskriptif  dalam bentuk studi kasus  dalam penulisan karya tulis ilmiah maka penulis mengambil kesimpulan diantaranya adalah:       
2.    Penelitian tentang kecelakaan bahwa penyebab kecelakaan kadang kala dapat ditentukan dan kemungkinan dapat dikoreksi, tetapi penyebabnya sering kali multiple dan memerlukan pendekatan masalah dari berbagai segi. Trauma capitis dapat menimbulkan berbagai dampak baik fisik maupun psikologis.
Melihat data tersebut maka rata-rata pasien yang mengalami rawat inap akibat  trauma capitis ini cukup banyak  dan lama.Hal ini dapat mempengaruhi  gangguan fisik seperti gangguan rasa nyaman nyeri,gangguan pemenuhan ADL (Activity Daily Living). Sedangkan pada psikologis dapat menimbulkan gangguan fungsi peran,aman cemas dan gambaran diri.
2.  Trauma capitis adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Tanda dan gejalanya adalah terjadi pingsan kurang dari 10 menit, GCS 15 (sadar penuh,otentik dan orientasi), tidak ada kehilangan kesadaran.tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang,mengeluh nyeri kepala dan pusing,pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul : Nyeri akut atau kronis, kurang pengetahuan mengenai kondisi  dan kebutuhan pengobatan,gangguan persepsi sensori. Sedangkan gangguan fungsi peran adalah prilaku, niat dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat.
Tanda dan gejalanya adalah mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran, ketidakpuasan peran, kegagalan menjalankan peran yang baru, kurang tanggung jawab, apatis, bosan, jenuh dan putus asa. Sedangkan diagnosa yang sering muncul adalah perubahan penampilan peran,gangguan rasa aman cemas, gambaran diri, keputusasaan dan ketidakberdayaan.
3.  Dari hasil pengkajian dilahan praktek diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan psikososial : fungsi peran terbagi 2 yaitu diagnosa keperawatan secara fisik adalah gangguan rasa nyaman : nyeri b/d trauma capitis,gangguan pemenuhan ADL(Activity Daily Living) b/d nyeri.
Sedangkan diagnosa secara psikiatri adalah gangguan fungsi peran b/d head injury, gangguan rasa aman cemas b/d  mekanisme koping individu  tidak efektif dan gangguan gambaran diri b/d adanya Briil Hematom dan edema disekitar mata (papil edema).
4.  Trauma capitis yang biasanya disebabkan oleh suatu kecelakaan atau peristiwa yang terjadi dapat menimbulkan berbagai dampak baik secara fisik maupun psikologis dapat menimbulkan gangguan fungsi peran dan tentunya dalam memberikan asuhan keperawatan bukan hanya pengobatan secara fisik tapi secara psikologis yang sangat penting, karena klien yang dirawat di RS tentunya mengalami berbagai macam masalah.

B. Saran
1.  Klien dan kelurga
 Dalam melakukan asuhan keperawatan diperlukan data yang valid,untuk menunjang atau menentukan rencana keperawatan. Oleh karena itu, diharapkan kerjasama yang baik antara perawat, keluarga dan klien itu sendiri. Keluarga dan  klien diharapkan terbuka dalam mengungkapkan permasalahan yang ada.
 Dari hasil pengkajian tersebut penulis merumuskan diagnosa keperawatan  sebagai langkah untuk menentukan intervensi dan mengimplikasikannya dalam asuhan keperawatan,Tentunya hal ini tidak akan tercapai tanpa adanya suatu respon yang positif dari klien dan keluarga.
 Pada tahap terakhir dalam asuhan keperawatan dilakukan evaluasi baik secara formatif maupun sumatif. Pada saat evaluasi diharapkan klien dan keluarga dapat  mengungkapkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kondisi klien.
2.  Perawat
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan hendaknya dilakukan secara komprehensif baik fisik maupun psikologis sehingga dapat memberikan penanganan yang seimbang sesuai dengan etika dan profesi.
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan perawat diharapkan menggunakan  metode ilmiah sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Dalam melakukan pengkajian, perawat diharafkan dapat mengkaji klien dengan gangguan psikososial fungsi peran akibat trauma capitis. Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan diagnosa pada klien yang mengalami gangguan tersebut. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dan melaksanakan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien.
Pada tahap terakhir proses keperawatan, perawat hendaknya mampu mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah diberikan pada klien.
3.  Untuk Akademi
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif yang meliputi aspek bio, psiko, sosial dan spiritual pada klien dengan pendekatan proses keperawatan,maka diharapkan akan lebih meningkatkan waktu bimbingan kepada mahasiswa baik di PKK/PBL ,sehingga mahasiswa bisa melaksanakan proses keperawatan pengkajian sampai evaluasi dengan baik dan benar.
Untuk menunjang pembuatan dokumentasi keperawatan diharapkan akademi juga bisa menambah literatur yang cukup sehingga buku-buku yang dibutuhkan tersedia di perpustakaan. Begitu juga dengan laboratorium untuk lebih dilengkapi yang mana semuanya itu meningkatkan pengetahuan mahasiswa.
4.  Untuk mahasiswa sebagai peserta didik
Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan trauma capitis diharapkan mahasiswa memiliki ilmu pengetahuan yang cukup sehingga bisa menunjang dan melaksanakan asuhan keperawatan yang optimal pada klien.
Dalam membuat diagnosa, mahasiswa juga harus bisa menentukan prioritas masalah sesuai dengan teori Maslow, sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Dalam membuat perencanaan keperawatan, diharapkan juga mahasiswa bisa membuat rencana yang sesuai dengan kebutuhan klien secara langsung dan komprehensif.
Dalam evaluasi harus mempunyai inisiatif untuk melaksanakan evaluasi baik di Rumah Sakit maupun di rumah.
Dalam pendokumentasian mahasiwa harus bisa mempunyai pengetahuan dan pemahaman  tentang cara pendokumentasian yang baik sehingga akan melaksanakan perawatan yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar